Friday, June 7, 2013

Cinta Sejati


Dimana-dimana itu kalau di bahas mengenai cinta pasti ramai, contohnya ketika anda buat status di facebook mengenai cinta, pasti deh banyak yang like, atau anda buat kuliah twitter (kultwit) di twitter pasti banyak yang retweet, tak terkecuali di kajian-kajian kalau anda angkat tema yang menyangkut dengan cinta pasti deh banyak yang hadir. Makanya kesempatan ini saya coba nulis sedikit tentang cinta, semoga ramai juga yah.. ^_^.
Sebelumnya, saya mau nanya nih... siapa yang pernah jatuh cinta??? Ayo ngaku jangan bohong, gimana rasain jatuh cinta? sakit ngga??, yang pasti sakitlah. Masa jatuh ngga sakit, apalagi cintanya di tolak, jangan bilang kalau dukun bertindak yah... apalagi dukun kaya EYANG BUBUR, eh EYANG SUBUR maksudnya..
Eitss.. tapi bukan jatuh cinta yang kita bahas disini, tapi cinta sejati yang akan kita bahas disini, yuk.... segera ke TKP...!!!

“Hakikat cinta itu memberi” (Anis Matta).
Benar apa yang di katakan oleh Anis Matta bahwa jangan ngaku cinta kalau belum memberikan sesuatu kepada orang yang anda cintai, begitulah kira-kira makna dari “Hakikat Cinta itu Memberi” makanya dari itu karena saya cinta kepada anda semuanya sehingga saya memberikan kepada anda  gagasan saya mengenai cinta sejati ini. Hehehe
Baiklah kita akan lihat arti cinta dan sejati itu seperti apa, dan sandaran yang paling kuat yaitu lewat kamus besar kita. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Cinta itu di artikan sebagai menaruh kasih sayang, menyukai atau sangat sayang sedangkan sejati itu sendiri berarti sungguh, asli atau murni. Dengan demikian kita bisa mengartikan bahwa cinta sejati itu menaruh kasih sayang yang sesungguh-sungguhnya, atau kasih sayang yang sebenar-benarnya kasih sayang. Nah jika kita menarik kesimpulannya dari makna cinta sejati di atas berarti cinta yang sesungguhnya yaitu hanya cinta kepada Allah swt, karena Allah swt yang paling sejati di muka bumi ini. Sang pencipta jagat raya.
Ada kisah menarik dari seorang filsuf Plato, suatu hari plato bertanya kepada gurunya. “Apa itu cinta? Bagaimana saya menemukannya? Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana. Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali, kemudian ambillah satu saja ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta” . Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun. “Gurunya bertanya”, Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?” Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja,dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik)”. Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut. Saat kumelanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwa ranting-ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi, jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya. ” Gurunya kemudian menjawab Jadi ya itulah cinta” .
Cinta itu semakin dicari, maka semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan keinginan yang berlebih akan  dari cinta, maka yang didapat adalah kehampaan tiada sesuatupun yang didapat, dan tidak dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Seperti ketika plato menanyakan apa itu cinta kepada gurunya, dan kemudian gurunya menyuruh plato untuk berjalan mengambil salah ranting di ladang gandum yang luas itu, dan plato balik ternyata tidak membawa satupun ranting di ladang gandum tersebut. Jadi intinya friend terimalah cinta apa adanya.
Bagaimana Islam melihat cinta? Cinta yang sejati, dalam konteks Islam, hanyalah cinta kepada Allah. Imam al-Ghazali dalam kitabnya Kimia Kebahagiaan, berkata bahwa kecintaan kepada Allah “mesti menaklukkan hati manusia dan menguasainya sepenuhnya.” Kalaupun kecintaan kepada Allah tidak menguasainya sepenuhnya, kata al-Ghazali, maka hal itu mesti merupakan perasaan yang paling besar di dalam hatinya, mengatasi kecintaan kepada yang lain.
Ibnu Hajar al-Asqalani ra. mengatakan bahwa mahabbah (cinta kepada Allah) itu ada dua macam. Pertama, mahabbah fardhu, yaitu mahabbah yang mendorong dilakukannya perintah-perintah Allah dan dijauhinya larangan-larangan-Nya. Ingat kisah nabi Yusuf dengan istri seorang raja, yang pada saat itu istri raja ingin menggoda Yusuf, untuk melakukan perbuatan yang tidak di sukai oleh Allah. Tetapi Yusuf as menolak rayuan dari istri raja tersebut. Dan akhirnya istri raja kecewa dan memfitnah Nabi Yusuf. Kisah ini membuktikan bahwa Yusuf as begitu cinta kepada Allah SWT, sehingga dia tidak mau melakukan perbuatan yang di benci oleh Allah SWT.
Yang kedua, yaitu: mahabbah sunnah, yaitu mahabbah yang mendorong dibiasakannya melakukan ibadah sunnah dan dijauhinya hal-hal yang syubhat. “Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas, yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara-perkara yang samar (syubhat), yang tidak diketahui oleh banyak manusia. Barangsiapa yang menghindari syubhat itu berarti dia telah membersihkan diri untuk agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus ke dalam syubhat itu berarti dia terjerumus ke dalam perkara yang haram, seperti seorang penggembala yang menggembalakan (binatang ternaknya) di sekitar daerah terlarang, hampir-hampir dia akan masuk menggembalakan (binatang ternaknya) di daerah tersebut. Ketahuilah, bahwa setiap raja memiliki daerah terlarang. Ketahuilah bahwa daerah terlarang milik Allah adalah perkara-perkara yang haram. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka akan menjadi baik seluruh tubuh, dan jika buruk menjadi buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa itu adalah hati.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim). Orang yang mencintai kepada Allah tidak hanya melakukan amalan-amalan wajib melainkan juga melakukan amalan-amalan yang pernah di contohi Rasulullah saw. Contoh sederhananya melakukan puasa senin kamis, qiyamullail, shalat dhuha dan lain sebagainya.
Begitulah kira-kira cinta menurut Islam. Pada intinya cinta yang ada di hati kita ini kita harus mengendalikannya, bukan cinta itu sendiri yang mengendalikan kita, karena jika cinta yang mengendalikan kita maka yang terjadi kita tidak akan bertemu yang namanya cinta sejati itu. Kita akan pulang dengan tangan kosong.

No comments:

Post a Comment